Rakyat Menolak Coastal Development: Saatnya Bangun Masa Depan Maluku dari Pulau Seram

Jakarta 23 Juni 2025 – Proyek Coastal Development yang digagas Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa resmi menuai gelombang penolakan publik. Di tengah semangat pemerintah menjadikan Ambon sebagai kota pesisir modern, muncul suara keras dari kelompok masyarakat sipil dan kaum muda: “Batalkan proyek ini! Bangun Seram untuk masa depan Maluku!”

Dalam sebuah pernyataan yang mengguncang, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) dan elemen masyarakat menyatakan bahwa proyek Coastal Development bukan hanya tidak relevan, tetapi justru mengancam keselamatan dan masa depan rakyat Maluku.

“Ambon sudah terlalu padat! Jangan paksa kota ini menampung mimpi yang akan jadi bencana,” tegas Fikri Rumatiga pengurus PB PMII, penggerak gerakan penolakan ini.

Kota Ambon dengan luas daratan hanya 298 km² kini dihuni lebih dari 456 ribu jiwa. Kepadatan tinggi, keterbatasan lahan datar, dan ancaman banjir sudah menjadi keseharian warga. Coastal Development yang akan menambah beban infrastruktur justru dinilai sebagai resep baru untuk bencana ekologis dan kemanusiaan.

“Yang tersisa hanya pesisir, tapi justru pesisir itulah yang ingin direklamasi. Ini logika yang berbahaya,” tambah Fikri.

Berdasarkan data BPS, Ambon sudah melebihi kapasitas wajar sebagai pusat pertumbuhan. Terus-menerus menyuntikkan megaproyek hanya akan memperparah urbanisasi tak terkendali, memicu banjir rob, dan menghilangkan ruang hidup masyarakat pesisir.

Di balik hiruk-pikuk proyek di Ambon, Pulau Seram yang memiliki luas daratan lebih dari 18.000 km² justru dibiarkan sepi dari perhatian pembangunan. Aktivis menilai ini sebagai pengabaian sejarah dan masa depan Maluku.

“Seram itu masa depan kita. Jika Ambon adalah jantung hari ini, maka Seram adalah paru-paru esok hari. Besarnya, suburnya, dan strategisnya Seram terlalu lama diabaikan,” ujar Fikri.

Alih-alih Coastal Development, masyarakat mendesak pemerintah provinsi untuk memulai transformasi pembangunan jangka panjang ke Pulau Seram. Dengan memindahkan sebagian pusat pemerintahan, ekonomi, dan pendidikan ke Seram, maka beban Ambon bisa dikurangi dan ketimpangan wilayah bisa dikoreksi.

Kelompok penolak proyek menyebut Coastal Development sebagai “proyek elitis” yang tidak berpihak pada rakyat bawah. Mereka menuding proyek ini hanya akan menguntungkan segelintir elite dan investor, sambil menggusur komunitas nelayan serta menghancurkan ekosistem pesisir.

Mereka juga menyoroti ancaman:

1. Hancurnya lingkungan laut

2. Tergusurnya masyarakat adat dan nelayan

3. Naiknya risiko banjir rob dan bencana iklim

4. Gentrifikasi dan krisis sosial baru

“Ini bukan pembangunan. Ini perampasan ruang hidup!” teriak seorang perwakilan warga pesisir Negeri Batu Merah berinisal FT.

Tuntutan Tegas: Batalkan, Bangun Seram, Libatkan Rakyat

1. Dalam sikap resmi, mereka mendesak:

2. Pembatalan proyek Coastal Development di Ambon

3. Pengalihan pusat pembangunan ke Pulau Seram

4. Partisipasi rakyat dalam setiap proses pembangunan

“Jika pemerintah provinsi terus memaksakan kehendak ini, maka kami pastikan: perlawanan rakyat akan membesar. Kami tak akan diam melihat tanah kami dirampas dan masa depan kami dikorbankan,” tutup Fikri dalam pernyataan publiknya.

Unggulan

Rekomendasi

Memberikan informasi yang akurat, memberikan wadah aspirasibagi masyarakat serta memberikan inspirasi untuk masyarakat luas.

Featured Posts

Follow Us