Ambon, 10 Juli 2025 – Penunjukan Jais Ely sebagai Pelaksana Harian (PLH) Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Maluku menuai sorotan tajam. Keputusan yang diduga merupakan inisiatif Wakil Gubernur Abdullah Vanath itu dinilai sarat muatan politis dan minim pertimbangan profesional dalam mendukung pembangunan ekonomi Maluku.
Langkah ini memantik kritik keras dari berbagai elemen, terutama dari Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII). Fikri Rumatiga, salah satu pengurus PB PMII, mempertanyakan latar belakang penunjukan Ely yang dinilai gagal saat menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata.
“Kalau sektor pariwisata saja tak mampu mendongkrak PAD, mengapa diberikan amanah di sektor perdagangan yang jauh lebih strategis? Ini jelas bukan soal kemampuan, tapi soal kepentingan,” ujar Fikri lantang.
Sebelumnya, Komisi IV DPRD Provinsi Maluku juga telah menyoroti lemahnya kontribusi sektor pariwisata di bawah kepemimpinan Ely. PAD dari sektor tersebut hanya menyentuh angka Rp300 juta per tahun, meski Pemerintah Provinsi telah mengucurkan anggaran besar termasuk pembebasan lahan Rp10 miliar untuk proyek Pantai Liang. Minimnya kerja sama dengan pihak swasta dan ketiadaan terobosan dinilai memperparah kinerja instansi kala itu.
Fikri menambahkan bahwa jabatan publik bukanlah ruang eksperimen atau ajang balas budi politik.
“Apalagi di sektor perdagangan, yang langsung menyentuh urat nadi ekonomi masyarakat. Jangan sampai pengangkatan seperti ini memperparah ketimpangan dan mempersulit pelaku usaha kecil di tengah tekanan ekonomi nasional,” lanjutnya.
PMII secara tegas mendesak agar pengisian jabatan dilakukan secara terbuka dan kompetitif, melalui mekanisme seleksi berbasis meritokrasi. Mereka juga menyatakan siap terus mengawal kebijakan publik agar tidak terjebak dalam kepentingan elite.
“Kami menyerukan evaluasi segera terhadap penunjukan ini. Pemimpin yang tidak memiliki rekam jejak keberhasilan jangan diberi tanggung jawab besar. Rakyat butuh solusi, bukan kompromi politik,” tutup Fikri.