AMBON — Direktur Democracy Network For Civil Society, Marwan Titahelu, menyoroti dugaan pengaturan (setting) dalam proses lelang tiga proyek infrastruktur BP2JK Maluku tahun 2025 yang berlangsung di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) dan Kabupaten Kepulauan Aru. Menurutnya, pola penetapan pemenang tender menunjukkan indikasi kuat adanya rekayasa internal yang merugikan keuangan negara.
Tiga proyek bernilai ratusan miliar rupiah itu masing-masing dimenangkan oleh:
- Pembangunan Jalan Kota Baru–Air Nanang (SBT) – pagu Rp190,6 miliar, pemenang PT Cakrawala Multi Perkasa (Rp185,85 miliar).
- Jembatan Wai Dawang CS (SBT) – pagu Rp116,2 miliar, pemenang PT Tarawesi Arta Megah (Rp113,23 miliar).
- Jalan Popjetur–Batu Goyang (Aru) – pagu Rp164,7 miliar, pemenang PT Graha Prasarana Sentosa (Rp161,31 miliar).
Marwan menilai angka penawaran para pemenang sangat tinggi dibanding penawar terendah. Di tengah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat, BP2JK Maluku semestinya memaksimalkan penawaran termurah untuk menghemat belanja negara.
“Jika memakai penawar terendah, negara bisa menghemat jauh lebih besar. Namun BP2JK justru memenangkan peserta dengan angka mendekati pagu,” tegasnya.
Ia juga mengkritik BP2JK karena membiarkan seorang mantan narapidana kasus suap dan gratifikasi proyek di Maluku ikut sebagai peserta dan kembali memenangkan proyek ratusan miliar.
“Kami mengecam keras BP2JK Maluku yang bukan hanya berpotensi merugikan negara, tapi juga memberi ruang kepada mantan narapidana untuk mengelola mega proyek bernilai fantastis,” ujar Titahelu.
Marwan meminta KPK dan BPK menelusuri dugaan pengaturan lelang tersebut secara serius karena dampaknya dapat menimbulkan kebocoran anggaran dalam jumlah besar.



















