Jakarta — Ratusan anggota Banser Nahdlatul Ulama (NU) memadati halaman kompleks TransCorp, Jakarta, pada Rabu (15/10/2025). Mereka datang bukan untuk membuat kericuhan, melainkan membawa pesan moral: “Jangan pernah hina kiai kami.”
Aksi bertajuk “Silaturahim dan Meruwat Trans7” digelar sebagai bentuk protes dan peringatan moral terhadap tayangan program “Xposed Uncensored” edisi 13 Oktober 2025, yang dinilai menyinggung dan merendahkan martabat kiai serta pesantren, khususnya Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur.
Aksi ini melibatkan sekitar 500 personel Banser, di bawah komando Kasatkorwil Banser DKI Jakarta, H. Adin MY Widayanto, serta dihadiri oleh Ketua PW GP Ansor DKI Jakarta, Ainul Yakin. Turut hadir pula pengurus PWNU, PCNU, MWC NU, dan para alumni pesantren se-DKI Jakarta.

Kegiatan berlangsung pada Rabu, 15 Oktober 2025, sejak pagi hingga siang hari, dengan durasi sekitar dua jam.
Aksi digelar di kompleks TransCorp, Jalan Tendean, Jakarta Selatan, tepat di depan kantor Trans7 lokasi yang menjadi simbol protes atas tayangan yang dianggap tidak etis.
Menurut para peserta, tayangan tersebut telah melukai perasaan umat dan merendahkan kehormatan para ulama. Bagi mereka, kiai dan pesantren adalah sumber moral bangsa, dan penghinaan terhadap keduanya adalah penghinaan terhadap nilai-nilai keislaman dan kemanusiaan.

“Kami hadir bukan untuk anarkis, tapi untuk menjaga kehormatan kiai kami,” tegas H. Adin MY Widayanto dalam orasinya.
“Sekali kiai dihina, Ansor dan Banser tidak akan tinggal diam,” tambah Ainul Yakin di hadapan massa.
Aksi berlangsung damai dan tertib, diiringi shalawat, doa bersama, serta tabur bunga simbolik di depan kantor Trans7 sebagai bentuk “ruwatan” moral. Selama aksi, tidak terjadi provokasi atau bentrokan seluruh kegiatan dikawal langsung oleh Banser dengan penuh disiplin.
Meski damai, pesan yang disampaikan tegas dan menggigit. media harus lebih sensitif terhadap nilai-nilai agama dan pesantren, serta tidak menjadikan ulama sebagai bahan sensasi atau hiburan.
Aksi ini menjadi peringatan keras bagi dunia penyiaran: kebebasan berekspresi bukan alasan untuk melecehkan kehormatan ulama.



















