Rifaldi Souwakil, Ketua Bidang Advokasi Democracy Network For Civil Society (DNCS), mendesak Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku untuk segera memanggil Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Maluku dan Kepala Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) Maluku. Pemanggilan itu dinilai penting untuk membahas dugaan adanya settingan lelang tiga mega proyek infrastruktur yang disebut-sebut melibatkan dua kontraktor mantan narapidana berinisial A.
Menurut Souwakil, tiga proyek pembangunan infrastruktur strategis yang dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut kembali dikelola oleh mantan narapidana kasus korupsi dan gratifikasi proyek. “Ini bukan kasus pertama. Bagaimana mungkin mantan napi korupsi masih bisa mengelola proyek APBN?” tegas Aldy saat dikonfirmasi media.
Ia menambahkan, proses lelang yang melibatkan BPJN dan BP2JK Maluku seharusnya menjadi perhatian serius agar tidak memberikan ruang kepada pihak-pihak yang memiliki rekam jejak buruk dalam pengelolaan keuangan negara.
Tiga proyek dimaksud antara lain:
- Peningkatan Jalan Kota Baru–Air Nanang (SBT)
Pagu: Rp190,6 miliar
Pemenang: PT Cakrawala Multi Perkasa (Rp185,85 miliar) - Pembangunan Jembatan Wai Dawang CS (SBT)
Pagu: Rp116,2 miliar
Pemenang: PT Tarawesi Arta Megah (Rp113,23 miliar) - Peningkatan Jalan Popjetur–Batu Goyang (Aru)
Pagu: Rp164,7 miliar
Pemenang: PT Graha Prasarana Sentosa (Rp161,31 miliar)
Souwakil mengungkapkan bahwa dalam proses lelang ketiga proyek tersebut terdapat sejumlah perusahaan lain yang memberikan penawaran dengan nilai lebih rendah. Namun, BP2JK dan BPJN Maluku dinilai justru memenangkan perusahaan dengan penawaran lebih tinggi.
“Ini janggal. Dugaan kami ada indikasi settingan bahkan potensi suap antara kontraktor dan panitia lelang. Kalau tidak, bagaimana perusahaan dengan penawaran lebih tinggi justru dimenangkan?” ungkapnya.
Karena itu, DNCS meminta Komisi III DPRD Provinsi Maluku untuk menelusuri dugaan tersebut secara serius. Ia menilai pengawasan DPRD sangat diperlukan untuk memastikan uang negara tidak jatuh ke tangan pihak-pihak yang diduga bermasalah.
“Komisi III harus segera memanggil BP2JK dan BPJN Maluku. Lakukan rapat khusus, klarifikasi terbuka, dan pastikan tidak ada penyimpangan. Ini soal menyelamatkan keuangan negara dan menjaga integritas proses lelang,” tutup Souwakil.



















