Ambon – Rencana Gubernur Maluku mengajukan pinjaman Dana PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai Rp 1,5 triliun memantik perdebatan luas. Di tengah pro–kontra dari publik dan kalangan politik, muncul suara berbeda dari tokoh muda Maluku, Subhan Pattimahu, yang mendorong perubahan cara pandang pembangunan dengan ide yang lebih progresif dan berani.
Subhan Pattimahu, tokoh muda Maluku yang dikenal vokal dalam isu pembangunan daerah.
Pinjaman SMI Rp 1,5 triliun dianggap banyak pihak terlalu besar dan berpotensi menambah beban fiskal. Namun Subhan justru menilai jumlah itu terlalu kecil untuk memberikan dampak signifikan bagi 11 kabupaten/kota di Maluku.
Isu ini menghangat dalam beberapa pekan terakhir, seiring rencana pemerintah provinsi mempercepat pembangunan infrastruktur.
Perdebatan berlangsung di ruang publik Maluku – dari forum diskusi, media sosial, hingga pembahasan antar-elit politik lokal.
Menurutnya, ketakutan terhadap utang justru selama ini menjadi penghambat percepatan pembangunan. Ia menegaskan bahwa meminjam dana bukanlah “dosa fiskal”, melainkan langkah strategis jika didukung perencanaan matang.
Subhan memberikan gagasan yang mengejutkan:
“Jika mau membangun serius, mengapa hanya 1,5 triliun? Pinjam sekalian 30 triliun,” tegasnya.
Dengan nilai itu, katanya, pembangunan Maluku bisa melompat jauh memperkuat infrastruktur, membuka konektivitas antarpulau, dan memberi efek ekonomi berlipat.
Subhan mengajukan solusi konkret: menjadikan Participating Interest (PI) 10% dari Blok Masela sebagai jaminan utama pembayaran pinjaman jangka panjang.
Ia menilai PI 10% yang secara regulatif memang menjadi hak daerah dapat menjadi revenue stream besar dan stabil bagi Maluku.
Dengan nilai investasi Blok Masela yang mencapai sekitar Rp 345 triliun, PI 10% disebutnya cukup kuat menutup risiko fiskal tanpa membebani APBD.
“Blok Masela adalah instrumen natural yang logis dan strategis untuk menopang keberanian fiskal Maluku,” ujarnya.
Subhan menilai pola pikir pemerintah dan publik selama ini terlalu konservatif dan penuh kehati-hatian, sehingga Maluku sulit mengambil keputusan besar. Padahal, menurutnya, Maluku memiliki modal kuat sebagai provinsi kaya gas dan tambang, wilayah strategis secara geopolitik, serta pusat potensial industri maritim Indonesia Timur.
Ia menekankan perlunya perspektif baru yang lebih visioner dan berani, sejalan dengan semangat “Gubernur Baru, Harapan Baru”.
Pernyataan Subhan memantik respons beragam. Sebagian menilai idenya sebagai keberanian intelektual, sementara sebagian lain menganggapnya terlalu agresif. Namun gagasan tersebut berhasil menggugah kembali diskusi publik mengenai bagaimana Maluku seharusnya melangkah menuju pembangunan yang lebih besar dan berkelanjutan.



















