Sudah 40 hari sejak kasus penikaman yang menewaskan Gafar Wawangi (38) terjadi, namun hingga kini belum ada kejelasan hukum yang diterima oleh keluarga korban. Gafar Wawangi ditemukan meninggal dunia di kawasan Talo, jalur Waesili–Lena, Desa Waesili, Kecamatan Waesama, Kabupaten Buru Selatan, pada 8 November 2025 lalu, dengan luka akibat senjata tajam. Pelaku hingga kini masih berstatus orang tidak dikenal (OTK). (20/25/2025)
Kuasa hukum korban Abas Souwakil, S.H, menyatakan kekecewaan dan kekesalan terhadap kinerja penyelidikan Polres Buru Selatan yang dinilai berjalan lamban dan tidak menunjukkan progres yang transparan. Menurutnya, rentang waktu 40 hari tanpa penetapan tersangka merupakan kondisi yang tidak wajar dalam penanganan perkara pidana berat yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.
Secara hukum, peristiwa tersebut patut diduga sebagai tindak pidana pembunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), atau setidak-tidaknya penganiayaan yang mengakibatkan kematian sebagaimana Pasal 351 ayat (3) KUHP, yang masing-masing mengancam pelaku dengan pidana penjara maksimal 15 tahun. Oleh karena itu, aparat penegak hukum dituntut bertindak cepat, profesional, dan akuntabel.
Kuasa hukum juga mengingatkan bahwa kewajiban penyidik untuk segera mengungkap suatu tindak pidana telah ditegaskan dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa Polri bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta menegakkan hukum. Selain itu, Pasal 7 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan kewenangan sekaligus tanggung jawab kepada penyidik untuk melakukan serangkaian tindakan hukum guna menemukan tersangka dan mengungkap kebenaran materiil. Ungkapnya
Lebih jauh, kuasa hukum menegaskan bahwa lambannya proses penyelidikan berpotensi melanggar prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, sebagaimana menjadi roh dalam sistem peradilan pidana. Kondisi ini dinilai tidak hanya merugikan keluarga korban, tetapi juga mencederai rasa keadilan masyarakat Buru Selatan.
Atas dasar tersebut, kuasa hukum mendesak Kapolres Buru Selatan agar segera melakukan evaluasi internal, meningkatkan kualitas penyelidikan, serta membuka secara terbuka perkembangan penanganan perkara kepada publik. Jika tidak ada langkah konkret dalam waktu dekat, pihaknya tidak menutup kemungkinan akan menempuh upaya hukum lanjutan, termasuk pengaduan ke Propam Polri dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Pungkasnya



















