PK PMII UIN AMSA Mengkritik Kebijakan Pelelangan 100 Pulau di Maluku

Rencana pemerintah untuk melelang 100 pulau di wilayah Maluku menuai kritik tajam dari berbagai elemen masyarakat. Di tengah kondisi ekonomi nasional yang tertekan dan situasi sosial-politik yang rentan, kebijakan ini dinilai tidak hanya problematik secara etika dan sosial, namun juga bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dasar Indonesia.

Menurut Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Dalam semangat pasal ini, negara berkewajiban memastikan bahwa seluruh sumber daya alam dan wilayahnya dikelola untuk kesejahteraan rakyat secara adil dan berkelanjutan.

Namun, pelelangan pulau — terutama jika melibatkan investor asing atau swasta — dapat dipandang sebagai bentuk privatisasi wilayah kedaulatan. Pulau bukan sekadar objek ekonomi, melainkan bagian dari wilayah teritorial yang memiliki nilai strategis, ekologis, dan sosial yang tidak dapat ditukar dengan nilai komersial semata.

Selain itu, UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) serta PP No. 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan Sekitarnya, menegaskan pentingnya perlindungan wilayah pesisir dan pulau kecil, khususnya dalam konteks pelestarian lingkungan dan perlindungan hak masyarakat adat.

Masyarakat Maluku, terutama yang tinggal di pulau-pulau kecil, memiliki ikatan historis, budaya, dan spiritual yang erat dengan tanah leluhur mereka. Pulau bukan hanya tempat tinggal, melainkan sumber identitas dan keberlangsungan hidup. Jika 100 pulau ini dilelang tanpa partisipasi dan persetujuan masyarakat lokal, maka itu merupakan bentuk pengabaian terhadap prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) yang diakui dalam hukum internasional dan juga dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Risiko paling nyata adalah hilangnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam, peminggiran sosial, dan bahkan konflik horizontal akibat tumpang tindih klaim kepemilikan atau eksploitasi sumber daya secara eksklusif oleh investor.

Di tengah ketegangan geopolitik di Asia Tenggara, termasuk peningkatan pengaruh asing di kawasan Laut China Selatan, kebijakan pelelangan wilayah strategis seperti pulau-pulau kecil dapat membuka celah bagi masuknya pengaruh asing yang tidak bisa dikendalikan negara sepenuhnya.

Kedaulatan tidak hanya menyangkut batas fisik, tetapi juga kedaulatan ekonomi dan kontrol atas sumber daya. Pelelangan pulau kepada entitas asing bisa menjadi bentuk “penjualan kedaulatan” terselubung yang dapat berdampak pada stabilitas nasional di masa depan. Hal ini juga mencerminkan lemahnya posisi tawar pemerintah dalam menghadapi tekanan ekonomi global, yang kemudian dijawab dengan cara menjual aset vital negara.

Memang benar bahwa Indonesia saat ini sedang menghadapi tekanan ekonomi, dengan ketergantungan tinggi terhadap utang luar negeri dan fluktuasi nilai tukar rupiah. Namun menjual pulau sebagai solusi untuk menambal defisit adalah pendekatan jangka pendek yang berisiko besar.

Investasi asing semestinya diarahkan pada sektor produktif seperti industri maritim, perikanan berkelanjutan, dan pariwisata berbasis komunitas — bukan melalui pelepasan aset strategis. Dalam jangka panjang, kebijakan seperti ini justru bisa merugikan negara secara ekonomi karena kehilangan kontrol atas potensi sumber daya alam dan posisi strategis geografis.

Kebijakan pelelangan 100 pulau di Maluku adalah langkah yang sangat strategis, dan karena itu harus diambil dengan kehati-hatian luar biasa. Pemerintah wajib menjelaskan secara terbuka dasar hukum, proses seleksi, hingga profil investor yang terlibat.

Diperlukan moratorium atas rencana ini sampai ada kajian akademis, hukum, lingkungan, dan sosial yang komprehensif. Pemerintah juga harus melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh adat dalam merumuskan kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil.

Indonesia harus belajar dari pengalaman negara lain yang kehilangan kendali atas wilayahnya karena kesalahan dalam kebijakan investasi. Jangan sampai demi pemasukan sesaat, kita mengorbankan kedaulatan dan masa depan anak cucu bangsa.

Unggulan

Rekomendasi

Memberikan informasi yang akurat, memberikan wadah aspirasibagi masyarakat serta memberikan inspirasi untuk masyarakat luas.

Featured Posts

Follow Us