Pulau-Pulau Lease dan Ujian Serius Pemekaran

Ambon – Isu pemekaran wilayah kembali menyeruak di Maluku. Kali ini, sorotan mengarah pada dorongan pembentukan Kabupaten Pulau-Pulau Lease sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB). Sebuah isu strategis yang sering kali berbenturan antara kepentingan politik dan kebutuhan pembangunan.

Pemekaran bukanlah gagasan tiba-tiba. Pada periode 2014–2019, DPRD Provinsi Maluku melalui Komisi A telah mengawal usulan DOB ke Komisi II DPR RI. Saat itu, Wakil Ketua Komisi A, Darul Kutni Tuhepaly, berdiri di garda depan bersama Ketua Komisi Melky Frans. Aspirasi itu bahkan sempat mendapat lampu hijau dari Ahmad Reza Patria yang kala itu Wakil Ketua Komisi II DPR RI agar syarat-syarat administratif segera dipenuhi.

Maluku, sebagai provinsi kepulauan, menghadapi problem klasik rentang kendali pemerintahan yang jauh, keterbatasan infrastruktur, hingga pelayanan publik yang tidak merata. Fakta ini menegaskan bahwa pemekaran bukanlah ambisi sesaat, melainkan kebutuhan mendesak.

“Pemekaran harus jadi solusi ketimpangan, bukan sekadar menambah beban birokrasi,” tegas Darul Kutni Tuhepaly.

Dorongan paling kuat lahir dari Tim Percepatan Calon Kabupaten Pulau-Pulau Lease. Ketua tim, D. Peter Tatipikalawan, menilai bahwa faktor sejarah, homogenitas masyarakat, dan tantangan pembangunan membuat Lease layak berdiri sendiri.

Langkah politik pun ditempuh. Tim Percepatan intens berkomunikasi dengan Wamen Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto, Wakil Ketua MPR RI Edy Suparno, hingga Ketua DPD RI Sultan Nadjmudin.

Namun di tengah derasnya desakan politik, suara Darul Kutni Tuhepaly kembali terdengar menegaskan arah. Sebagai Sekretaris Tim, ia menolak pendekatan instan.

“Parameter DOB itu jelas: aspek geografis, demografis, keamanan, sosial politik, adat, tradisi, potensi ekonomi, dan kemampuan pemerintahan. Semua harus terpenuhi. Plus, rekomendasi resmi DPRD Maluku Tengah, Pemkab Maluku Tengah, DPRD Provinsi, dan Gubernur wajib ada,” ujar Tuhepaly dengan nada menekankan.

Pernyataannya menjadi penyeimbang: pemekaran tidak boleh sekadar retorika politik, tetapi harus berakar pada regulasi, terukur, dan berorientasi pembangunan.

Meski jalur politik dan regulatif sudah mulai ditempuh, Tuhepaly mengingatkan bahaya terbesar dari isu pemekaran: berhenti hanya sebagai catatan sejarah di meja DPR RI.

“Jika dirancang matang, DOB bisa menjadi instrumen transformasi wilayah yang efektif—terutama bagi daerah 3T seperti Maluku. Namun jika setengah hati, ia hanya akan menambah birokrasi tanpa manfaat nyata bagi rakyat,” tegasnya.

Kini, bola panas ada di tangan pemerintah daerah, DPRD, dan Tim Percepatan. Pertanyaannya: apakah Pulau-Pulau Lease siap menapaki jalan sebagai kabupaten baru? Atau, lagi-lagi, pemekaran ini hanya menjadi wacana politis lima tahunan yang berulang.

Unggulan

Rekomendasi

Memberikan informasi yang akurat, memberikan wadah aspirasibagi masyarakat serta memberikan inspirasi untuk masyarakat luas.

Featured Posts

Follow Us