Jakarta, 16 Juni 2025*– *Observer of Indonesian Policy* atau Pemerhati Kebijakan Indonesia menyampaikan desakan langsung kepada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) untuk segera mengambil tindakan hukum atas dua kasus besar yang menjadi sorotan di Kalimantan Timur, yaitu dugaan kredit macet Bankaltimtara dan proyek rehabilitasi gedung DPRD Kaltim yang berpotensi sarat penyimpangan.
Kasus pertama terkait pemberian fasilitas kredit senilai Rp 235,8 miliar oleh PT Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Bankaltimtara) kepada PT HB Lines. Kredit disalurkan secara non-revolving dengan bunga sebesar 11,5% dan tenor 84 bulan, termasuk masa tenggang 12 bulan. Proses pemberian kredit ini diduga tidak sesuai prosedur dan berpotensi merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp 1 triliun.
Pemerhati Kebijakan Indonesia mendesak KPK RI untuk segera memanggil dan memeriksa Direktur Utama Bankaltimtara dan Direktur PT HB Lines. Keduanya harus dimintai keterangan secara hukum, mengingat mereka berada dalam posisi strategis saat keputusan kredit diambil. Selain itu, sejumlah tokoh politik Kalimantan Timur yang disebut-sebut terlibat dalam proses atau lobi pemberian kredit juga harus diusut secara menyeluruh.
Kasus ini menjadi perhatian karena melibatkan dana yang cukup besar dan adanya dugaan korupsi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kami mendesak pihak berwenang untuk menuntaskan kasus ini dan memulihkan kerugian yang dialami oleh Bank Kaltimtara.
Kasus kedua yang juga kami soroti adalah proyek rehabilitasi Gedung A, C, D, dan E DPRD Kalimantan Timur di Jalan Teuku Umar, Karang Paci, Samarinda. Berdasarkan informasi yang kami himpun, proyek ini menelan anggaran sebesar Rp 55.000.703.000, dikerjakan oleh PT Payung Dinamo Sakti sebagai kontraktor pelaksana, dan diawasi oleh PT Surya Cipta Engineering sebagai konsultan pengawas.
Proyek tersebut bersumber dari APBD Kaltim Tahun Anggaran 2024 melalui Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kalimantan Timur. Pelaksanaannya berlangsung sejak 5 Juni 2024 hingga 31 Desember 2024, dan meskipun telah dinyatakan selesai, publik tetap mempertanyakan transparansi serta potensi penyimpangan anggaran dalam pelaksanaannya.
Oleh karena itu, kami mendorong KPK RI untuk turut memeriksa proses pengadaan dan pelaksanaan proyek tersebut, termasuk memverifikasi akurasi penggunaan anggaran dan menelusuri apakah ada indikasi markup, kolusi, atau konflik kepentingan dalam pelaksanaannya.
Pemerhati Kebijakan Indonesia menilai bahwa kedua kasus ini adalah ujian serius bagi komitmen KPK RI dalam memberantas korupsi di tingkat daerah. Kami menuntut keterbukaan, pemeriksaan menyeluruh, dan tindakan hukum yang tegas terhadap semua pihak yang terlibat, tanpa pandang jabatan, status politik, ataupun latar belakang institusi.
Sebagai lembaga penegak hukum independen, KPK RI diharapkan tidak diam dan tidak membiarkan kasus ini tenggelam. Transparansi, keadilan, dan penegakan hukum harus ditegakkan demi melindungi uang rakyat dan menjaga kepercayaan publik terhadap institusi negara.