Ambon, 21 Oktober 2025 — Pernyataan keras datang dari Wakil Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Maluku wawan tomson, yang menyoroti langkah Gubernur Maluku menandatangani nota kesepahaman (MoU) bernilai fantastis Rp5 triliun di Osaka, Jepang. Ia menyebut kesepakatan tersebut sebagai tindakan “jual kucing dalam karung”, karena dianggap penuh misteri dan minim transparansi.
MoU yang disebut-sebut sebagai kesepakatan investasi besar antara Pemerintah Provinsi Maluku dan pihak investor asing itu awalnya dikabarkan melibatkan perusahaan Jepang. Namun, belakangan diketahui bahwa perusahaan yang dimaksud justru berasal dari Tiongkok. Publik pun dibuat bertanya-tanya mengenai kejelasan dan legalitas kerja sama tersebut.
Penandatanganan dilakukan langsung oleh Gubernur Maluku, tanpa kehadiran perwakilan resmi dari pemerintah pusat seperti KBRI Tokyo, KJRI Osaka, maupun kementerian terkait yakni Kementerian Investasi, Perdagangan, dan Perhubungan. Bahkan, pimpinan DPRD Maluku mengaku tidak mengetahui dan tidak dilibatkan dalam proses tersebut.
Kesepakatan itu diteken di Osaka, Jepang, beberapa waktu lalu. Namun, alih-alih menjelaskan hasil pertemuan tersebut kepada publik setibanya di tanah air, Gubernur justru dilaporkan langsung melakukan perjalanan ke Jayapura tanpa memberi penjelasan resmi kepada masyarakat Maluku.
Wakil Ketua KNPI Maluku menilai tindakan Gubernur tersebut mencerminkan ketidaktahuan terhadap tata birokrasi dan tanggung jawab sebagai kepala daerah. “Ketika seorang Gubernur tahu tugasnya, maka ia seharusnya menjelaskan kepada rakyat apa yang dikerjakan di luar negeri, bukan malah diam dan pergi begitu saja,” ujarnya tomson dengan nada tegas.
Ia juga menyinggung kekecewaan masyarakat terhadap berbagai janji gubernur yang tak kunjung terealisasi, termasuk komitmen agar PT SIM tetap beroperasi di Seram Bagian Barat (SBB) yang kini hilang tanpa kabar.
KNPI Maluku menegaskan bahwa rakyat berhak meminta transparansi penuh atas dokumen MoU tersebut. “Ini bukan dokumen rahasia negara. Rakyat Maluku berhak tahu isinya. Satu orang pun warga Maluku bisa meminta Gubernur membuka dokumen itu ke publik,” tegasnya.
Ia bahkan mencontohkan kasus pembukaan dokumen ijazah Presiden Jokowi yang sebelumnya dilindungi UU Privasi namun akhirnya dibuka ke publik. “Kalau ijazah saja bisa dibuka, mengapa MoU senilai Rp5 triliun yang menyangkut masa depan Maluku harus disembunyikan?” tambahnya.
Kini publik menantikan langkah lanjutan dari DPRD dan aparat terkait untuk memastikan kebenaran serta legalitas MoU tersebut. Transparansi dan akuntabilitas kembali menjadi ujian besar bagi kepemimpinan Gubernur Maluku di mata rakyatnya.



















